Pengalaman Belajar di CSE Indonesia

Begitu gembiranya mendapat telpon lolos seleksi beasiswa dari CSE Indonesia. Saya berteriak dan membatalkan seluruh jadwal acara – acara di bulan september hingga november. Teman – teman kader pun serasa tidak percaya dan ingin membuktikan sekolah macam apa yang menerima kader dari kelurahan tunjungsekar kota Malang, yang sudah 20 tahun tidak merasakan suasana belajar di sekolah. Saat keberangkatan menuju lokasi belajar di dusun lemungsure desa Wonoharjo jawa tengah itu tidak lepas dari suasana haru biru dan tangisan.

Keadaan menunggu tiba di lokasi belajar saya pergunakan untuk mencari informasi tentang  CSE dan S3PSDA-B di internet . “CSE( centre of sosial excellence )  Indonesia adalah sebuah inisiatif dari Earthworm Foundation yang memfasilitasi proses belajar dan peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang bertanggung jawab, termasuk diantaranya; pihak perusahaan (swasta), masyarakat (termasuk masyarakat adat), LSM/ Ormas, pemerintah, akademisi dan lulusan muda universitas. S3 PSDA-B Angkatan II adalah pelatihan 9 Bulan yang diinisiasi CSE Indonesia, sebuah program dari Earthworm Foundation (sebelumnya bernama The Forest Trust). Tujuan utama program ini adalah melahirkan para Spesialis Sosial di bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA)” Untuk lebih jelasnya bisa lihat di http://cse-indonesia.org/

Suasana belajar di CSE indonesia

Setiba di dusun lemungsure ternyata suasananya pun berbeda dari yang saya bayangkan. Saya kira akan berada di sekolah yang mempunyai gedung tinggi dan banyak kelas . Rasa penasaran bercampur bingung membuat saya duduk diam mengamati tempat belajar baru ini.  Mulai dari bentuk kelasnya yang menyatu dengan alam terbuka hingga warga belajarnya yang terdiri dari bermacam profesi , latar belakang dan daerah asal tidak hanya menyebar di nusantara namun juga berasal dari luar negri. Usia kami pun bercampur ada yang masih muda belia hingga  yang sudah puluhan tahun berkeluarga. Sungguh merupakan hal baru dan berbeda dalam kegiatan belajar mengajar.

Terdapat peneliti baik dari pemerintah LIPI ataupun dari swasta ,  beberapa pengacara , perwakilan perusahaan , serikat pekerja , NGO ( organisasi non pemerintahan ) ataupun dari perwakilan mahasiswa. Awalnya ada perasaan minder apakah saya kompeten di sandingkan mereka , saya hanya ibu rumah tangga yang hanya lulus SMA. Tapi saya yakin dengan semangat belajar yang saya bawa dari kota Malang dan juga pasti ada alasan tertentu hingga CSE meloloskan saya ikut di progam pembelajaran S3 PSDA-B ini .

Di lemungsure tempat kami belajar , tempat kami di tempa , kami harus tanggalkan status yang kita sandang. Kami semua sama sebagai warga belajar tidak ada pegawai negri – pegawai swasta , tidak ada berkedudukan tinggi – tak berharga , orang penting – orang marjinal , bahkan kami harus singkirkan penghormatan orang tua dengan anak muda . Kami bercanda seakan seumuran , kami berdebat seakan sama pengacaranya , kami bertukar pengalaman karena kami juga seorang narasumber.

Keunikan belajar

Keunikan proses belajar di CSE adalah pembelajaran berbasis pengalaman yang mengedepankan prjnsip belajar orang dewasa . Di dalam proses belajar itu warga belajar juga bertindak sebagai narasumber suasana belajar cair dan tidak ada gelar juara kelas . Kami saling bertukar pengalaman di daerah sehingga memperkaya wawasan dan pengetahuan dengan topik-topik yang di kemas apik oleh Kamitia . Kamitia adalah istilah yang kami gunakan kepada para fasilitator CSE yang membimbing dan memandu proses belajar mengajar para warga belajar. Di sini kami tidak hanya di suguhi materi tapi juga perubahan cara pandang , cara penanganan (softskill) dan tahapan kerja yang terstruktur .

Perubahan cara pandang adalah hal pertama yang saya dapat di proses belajar ini . Selama seminggu seorang coach ( pelatih ) secara khusus mengobrak abrik karakter kami orang per orang (istilah kamitia adalah Trickger) . Pembelajaran di CSE mampu mendeteksi potensi individu  dan hal-hal apa saja yang masih kurang dan perlu di tingkatkan. Jika kita berkomitmen belajar harus siap di uji di berbagai kondisi yang belum pernah kita hadapi . Tidak lah tepat jika saya menggunakan kata CSE membentuk diri kita tapi Pembelajaran di sini mengarahkan kita membentuk diri kita sendiri , tepat seperti yang kita butuhkan . Jadi diri kita yang baru nanti adalah sosok yang terbaik dari kita, bukan hasil  rekontruksi dari luar yang memaksa kita untuk berubah. Hal ini yang coba di bangun setelah kita bergabung di CSE dengan menanamkan nilai-nilai PSDA yang bertanggung jawab untuk bisa di tanam luaskan pada lingkungan sekitar kita.

3 Pembelajaran CSE

Dari sepemahaman saya tentang pembentukan diri ada 3 unsur sasaran pembelajaran . Pertama adalah pola pikir , selayaknya mengosongkan sebuah gelas maka pola pikir pembelajaran yang di harapkan adalah kita harus perpikir positif dan siap akan menerima  hal baru . Pola pikir yang mengedepankan nilai – nilai luhur seperti kejujuran , penghormatan hak , memanusiakan manusia  dan pembagian beban  akan menjadi dasar saat kita menganalisis hingga memitigasi atau memecahkan masalah. Kamitia telah menyusun kurikulum pembelajaran yang mana pola pikir ini menjadi penting dan berkait erat dengan 2 unsur lainnya.Yang ke dua adalah soft skill yaitu kepribadian , atribut personal seperti kemampuan komunikasi , kemampuan memimpin , memfasilitasi ataupun memediasi juga di latihkan. Unsur yang ketiga adalah kemampuan sosial yang meliputi kemampuan menganalisis masalah sosial , study dampak sosial , FPIC,FSC, RSPO, resolusi konflik , LTS-PM dan masih banyak lagi topik asing yang akan kita pelajari . Saat pertama mendengar singkatan – singkatan  kata  ini tentu langkah pertama adalah brosing tanya pada google , sehingga ada pengetahuan sedikit tentangnya . Awalnya banyak pikiran negatif terhadap pembelajaran ini. “Kedepannya kita akan di suruh apa sih !”

Hal Baru

Selama hampir 3 bulan belajar saya merasakan bahwa setiap topik yang di ajarkan memiliki pembelajaran yang saling berkaitan . Kata FPIC bahkan menjadi pameo becandaan warga belajar jika harus meminta ijin dahulu . Ansos , study dampak sosial adalah salah satu tool agar sebelum kita bertindak kita wajib menganalisis dan mespekulasikan setiap langkah agar bisa meminimalisir dampak kegagalannya. CSE juga mengajarkan bahwa kita bertindak harus berdasarkan data , berdialog dan croscek seperti halnya triangulasi data , LTS-PM bahkan untuk resolusi konflik sekalipun.

Hal yang baru yang saya dapat tentang lembaga sertifikasi adalah kajian tentang RSPO , FSC dan MSI . Ketiga lembaga multi stakeholder ini seakan memberikan harapan bahwa kekuatan/power itu tidak hanya di miliki oleh pemerintah dengan militernya . Sistem kolaborasi dari berbagai kepentingan di padukan untuk mewujudkan keterpaduan memanusiakan manusia , sustainablity dan bisnis . Keterpaduan tersebut yang diharapkan muncul dari kita para warga belajar sehingga mampu menjadi sosial enterpleneur yang tidak hanya sekedar menawarkan progam tapi juga bisa menjawab apa yang sebenarnya di butuhkan oleh masyarakat.

Barangkali inilah jawaban mengapa CSE meloloskan saya sebagai warga belajar . Sebagai kader kemasyarakatan di butuhkan softskill dan cara pandang yang mumpuni guna menemukan solusi yang tepat untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Terlepas dari siapa dan menjadi apa ? besar harapan dari proses pendidikan ini munculnya sosok baru dari saya, yang mampu mengolah skill untuk bisa menghadapi berbagai persoalan dengan mengedepankan nilai –nilai dan prinsip yang harus di kedepankan dalam perjuangan pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.